Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dengan namaNya Yang Mahacinta.
Cinta itu bahasan yang menarik untuk dibicarakan, dari zaman kakek –
nenek kita dulu, sampai anak cucu kita nanti. Baik perempuan maupun laki
– laki, yang berusia remaja maupun dewasa. Semuanya pasti pernah
membicarakan cinta, mulai dari cinta dalam keluarga, sampai cinta pada
Sang Mahacinta. Tulisan ini tidak lain adalah bentuk
rapi dari catatanku saat Muslimah Gathering yang diadakan Muslimah
Center FUKI Fasilkom UI 2012 dua hari yang lalu. Mudah – mudahan
Saudaraku semua mendapat sedikit “sesuatu” dari tulisan ini.
Apa sih cinta itu? Mbak Meirna sebagai pembicara memulai pertemuan
kami siang itu. “Cinta itu sesuatu, Kak”. “Cinta itu bagian dari
kehidupan yang tidak mungkin dipisahkan, Kak”. Hmm, cinta memang sulit
didefinisikan bukan? Cinta adalah sesuatu yang abstrak tapi nyata, bisa
datang kapan saja tanpa kita tahu kapan waktunya, mengejutkan secara
tiba – tiba. Cinta itu fitrah, Saudara/i-ku. Cinta itu datangnya dari
Allah. Dari sifatNya (Ar Rahman dan Ar Rahim) yang diturunkan kepada
kita, makhluk ciptaanNya.
Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan
Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur
dengan bersujud kepadanya (Shad : 72)
Dijadikan rasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang
diinginkan, berupa perempuan – perempuan, anak – anak, harta benda yang
bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah
tempat kembali yang baik. (Al Imran 14)
“Lalu, apa sih sebenarnya cinta itu? Saudariku, cinta itu anugrah
bagi kita untuk mempertahankan eksistensi kita di dunia ini, dan yang
paling penting adalah hal yang harus kita syukuri. Mencintai sesuatu
(tidak harus orang) itu tidak salah kok. Sekali lagi itu fitrah. Namun,
cinta bisa jadi fitnah ketika kita tidak bisa menempatkan cinta di
tempat yang semestinya dan ketika kita tidak menggunakan cara yang tepat
untuk mencintai hal tersebut.” Sebuah permulaan dari Mbak Meirna yang
membuat kami senyum – senyum.
Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah, cinta itu ada 2, yaitu cinta yang
bermanfaat dan cinta yang membahayakan. Yuk, kita bahas satu per satu.
Pertama, cinta yang bermanfaat. Bagaimana bentuk cinta yang dapat
mendatangkan manfaat untuk kita? Ada tiga jenis, yaitu :
1. Mahabatullah, mencintai Allah. Seperti pada ayat yang artinya
berikut ini : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang
bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada
Tuhanlah mereka bertawakkal. (Al Anfal ayat 2). Sudahkah kita
mencintaiNya secara sungguh – sungguh? Semoga pertanyaan ini menjadi
pengingat kita bersama, ya.
2. Yang kedua, Mahabah fillah, yaitu mencintai karena Allah. Cinta
yang dimaksud di sini adalah mencintai selain Allah karena Allah. Contoh
yang paling dekat adalah mencintai orang tua karena Allah sebagai
bentuk balasan kita atas ketulusan mereka. Yang kedua, mencintai harta
kita karena Allah. Dengan begitu, kita akan mudah mengeluarkan sedekah
dan zakat karena mencintai harta kita hanya karena Allah.
3. Yang ketiga adalah mencintai suatu hal yang dapat menjadikan kita
lebih dekat dengan Allah. Apa contohnya? Datang kajian, mendengarkan
ceramah di televisi atau radio, senang mendalami ilmu agama, membaca dan
mengkaji Al Quran, dan sebagainya.
Cinta yang selanjutnya adalah cinta yang membahayakan. Ada 3 juga
jenis cinta yang dapat membahayakan kita. Pertama, cinta selain Allah
yang menjadi sumber kemusyrikan. Contoh sederhananya adalah mencintai
berhala. Yang kedua adalah mencintai sesuatu yang dibenci oleh Allah.
Misalnya menyukai sesuatu yang haram seperti minuman keras, daging babi,
dan lain – lain. Terakhir, adalah mencintai sesuatu yang dapat membuat
cinta kita kepada Allah berkurang. Ah, yang satu ini sebenarnya sangat
dekat dengan kita, tapi kadang kita tidak sadar. Contohnya menyukai
artis, lagu, film yang mengandung kemaksiatan. Sungguh, mudah – mudahan
tidak terjadi pada diri kita.
Saudara dan Saudariku, sekarang kita simak hadits berikut ini.
Berikut ini adalah 3 perkara yang dapat menjadikan kita merasakan
manisnya iman.
Dari Anas bin Malik dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Tiga
perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan
manisnya iman: Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari
selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya
kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia
benci bila dilempar ke neraka”. (HR. Bukhari:15)
“Teman – teman, cinta itu ada tingkatannya nggak sih?” Ada lah ya.
Cinta yang cinta aja dan cinta yang cinta banget. Oke bukan itu yang
akan kita bahas selanjutnya. Tingkatan cinta dalam Islam yang dimaksud
adalah sebagai berikut. Yang paling rendah adalah :
- Al Alaqah, yaitu
kecenderungan cinta terhadap benda.
-Yang kedua, Al-Aqof adalah cinta dalam bentuk simpati kepada manusia secara umum
untuk mengajak ke dalam kebaikan.
- Yang ketiga adalah As Shababah, yaitu
empati sesama muslim, yang dipererat dengan nilai – nilai ukhuwah
Islamiyah.
-Tingkatan selanjutnya adalah As Shauq, yaitu rindu pada orang
– orang yang mukmin (beriman).
- Tingkatan yang selanjutnya adalah Al
Ish, yaitu kemesraan. Kemesraan ini ditujukan kepada junjungan kita,
Nabi Muhammad SAW.
Saudara dan Saudariku, Nabi Muhammad itu kurang cinta
apa sih sama kita? Ketika detik – detik terakhir beliau di dunia ini,
yang Nabi Muhammad pikirkan adalah umatnya. Umat yang tidak hanya hidup
pada zaman itu, tapi juga umat yang hidup di zaman sekarang ini.
Tingkatan yang terakhir dan yang paling tinggi adalah At Tatayum, yaitu
penghambaan kepada Allah. Untuk yang terakhir ini pasti kita semua sudah
paham apa yang harus dilakukan. Pertanyaannya adalah apakah kita sudah
sampai ke tingkat yang paling tinggi? Atau sampai mana sebenarnya
tingkatan cinta yang sudah kita miliki? Wallahu ‘alam.
Bahasan yang terakhir adalah yang paling menarik sepertinya. Ehem
ehem. Apa sih yang seharusnya kita lakukan ketika rasa cinta terhadap
lawan jenis itu datang? Mbak Meirna memulai dengan menceritakan kisah
cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az Zahra. Sudah tau kan? Kalau
belum, googling aja
“Mencintai lawan jenis itu boleh, tapi ya kembali lagi. Kita harus
bisa menempatkan cinta itu agar tidak menjadi fitnah.” Ada 3 jalan
sebenarnya ketika kita merasakan hal tersebut:
- Pertama, menikah kalau
sudah siap. Yah, Mbak. Kan kita masih kuliah? Masih bocah begini masa
menikah? “Kalau belum siap, puasalah”.
- Cara yang kedua adalah jaga jarak
aman, jangan sampai berdua – duaan dengan lawan jenis di tempat sepi.
- Yang ketiga adalah menjaga hati. Ngapain sih, Mbak, kok perlu dijaga?
“Ya itu tadi, rasa cinta itu suci dan indah, nggak mau dong kita jadi
berbuat maksiat gara – gara tidak menjaga cinta itu dengan baik?”
Saudara dan Saudariku yang dicintai Allah, apa yang dapat kita
lakukan untuk menjaga hati? Yang pertama adalah menjaga pandangan. Ini
berlaku untuk perempuan dan laki – laki lho. Kemudian, untuk perempuan,
jangan sampai menimbulkan syahwat laki – laki dengan suara yang merdu
atau manja. Selanjutnya adalah jangan sampai memakai wangi – wangian
yang menyengat, dan jangan sampai berlebihan dalam berhias.
Saudara dan Saudariku, demikian catatan versi rapi dari kajian 2 hari
yang lalu. Semoga ini menjadi pengingat untuk kita ya. Rasa – rasanya
diri ini belum pantas untuk menulis yang seperti ini. Namun, kalau
nunggu menjadi manusia sempurna, aku tidak akan pernah bisa membagikan
hal ini kepada saudaraku semua. Pertemuan itu akhirnya ditutup dengan
dibacakannya salah satu doa Nabi Daud oleh Mbak Meirna. Doanya seperti
ini :
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Di
antara doa Nabi Daud ’alihis-salaam ialah: “Ya Allah, sesungguhnya aku
memohon kepadaMu cintaMu dan cinta orang-orang yang mencintaiMu dan aku
memohon kepadaMu perbuatan yang dapat mengantarku kepada cintaMu. Ya
Allah, jadikanlah cintaMu lebih kucintai daripada diriku dan keluargaku
serta air dingin.” Dan bila Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam
mengingat Nabi Daud ’alihis-salaam beliau menggelarinya sebaik-baik
manusia dalam beribadah kepada Allah.” (HR Tirmidzi 3412)
Semoga kita adalah hamba yang selalu mencintaiNya dan dicintaiNya.
Semoga tulisan ini bermanfaat.:)
- sumber terpercaya : notulensi moderator MG : menata hati, Dipta Tanaya http://diptatanaya.wordpress.com/2012/11/11/tentang-cinta-dan-mahacinta/
terimakasih telah mensukseskan acaranya :)
- terimakasih mbak Meirna atas materinya , dan buku yang insyaallah bermanfaat buat aku